ALAMAT REDAKSI

PO.Box 118 Temanggung 56200
JAWA TENGAH - INDONESIA
HP/SMS/WA.085228085470

CP: Pdt. HOSEA AGUS SUSANTO,S.Pd.K

Takut akan Tuhan, Memerdekakan Kita

No Comments
Pdt. Bigman Sirait TAKUT kepada Tuhan merupakan tuntutan Tuhan. Sebagaimana tertulis dalam Ulangan 6: 1-3, umat dituntut untuk takut kepada Tuhan, bukan saja satu generasi tetapi semua generasi, artinya bukan hanya orang tua tetapi juga anak-anak. Maka orang tua yang mewarisi rasa takut yang benar kepada Tuhan harus menurunkannya kepada anak-anaknya. Tetapi takut di sini bukan dalam pengertian “ngeri”, tetapi hormat kepada Tuhan. Adalah sangat mengerikan ketika kita tidak lagi punya rasa takut kepada Tuhan. Benak kita yang dipenuhi dosa membuat tidak ada lagi ruang untuk takut kepada Tuhan. Mengapa kita harus takut kepada Tuhan? Pertama karena Tuhan yang menciptakan kita. Sudah pada tempatnya kita takut pada-Nya, karena Dia bukan saja pencipta, tetapi juga pemelihara. Jikalau Dia tidak mau memelihara hidup kita, mau apa kita? Dia Sang Pencipta yang setia di dalam pemeliharaan-Nya, maka Dia menuntut kita untuk takut kepada Dia. Bukankah itu logis? Tanpa diminta pun sudah seharusnya kita takut kepada Tuhan. Kedua, Dia adalah pencipta dan pemelihara tetapi juga pencemburu. Pengertian pencemburu di sini adalah Dia tidak mau melihat kita berbuat dosa, Dia Allah yang menuntut kita hidup kudus di hadapan-Nya sebagaimana Dia kudus adanya.  Takut akan Allah itu menum-buhkembangkan sikap hormat yang akan memberikan warna keagamaan yang absolutely benar. Ketika agama-agama menampilkan keberingasan, tidak lagi mampu mengekspresikan cinta kasih seperti tuntutan Tuhan, hidup suci seperti tuntutan Tuhan, patut dipertanyakan apakah agama itu betul-betul takut kepada Tuhan, atau hanya sekadar semboyan dan slogan mengatakan takut kepada Tuhan, tetapi pada hakekatnya tidak. Takut akan Tuhan menjadi penting dalam hidup kita, karena tanpa Dia hidup kita tidak mempunyai arah. Tanpa Dia, pergumulan hidup akan menjadi kepahitan dan kesakitan yang menghimpit dan menghancurkan kita. Tetapi di dalam takut akan Allah, kita akan menikmati pemeliharaan itu, yang artinya juga menikmati kehidupan. Di situlah nikmatnya kebersamaan kita dengan Dia.  Takut akan Allah tidak boleh dalam gelap mata yang sekadar sebuah statemen tetapi tidak dipahami secara utuh apa maksudnya. Takutlah akan Tuhan Allahmu karena engkau layak takut kepada Dia, yang sudah menjadikan dan memeliharamu, sehingga tiada satu hari akan bergulir jikalau bukan karena campur tangan Tuhan. Tiada sesuatu pun yang hebat dalam diri kita. Orang yang takut akan Tuhan akan melakukan apa yang Tuhan suka. Orang yang takut Tuhan akan memelihara hubungan baiknya dengan Tuhan melalui perenungan, doa, saat teduh yang membawa dia semakin dekat kepada Tuhan.      Tidak membuat bodoh Orang yang takut Tuhan akan memiliki hidup yang sangat menyenangkan, menggembirakan semua orang, karena dia men-demonstrasikan buah-buah di dalam kehidupannya. Takut akan Tuhan tidak akan membuat kita menjadi bodoh, kehilangan gairah hidup. Takut akan Tuhan tidak membuat kita terkurung, tetapi justru memerdekakan kita. Takut akan Tuhan akan memberikan berbagai nuansa dan kegembiraan dalam hidup kita. Takut akan Tuhan menolong kita menemukan kesejatian hidup. Alkitab berkata: berbahagialah orang yang takut akan Tuhan, karena takut akan Tuhan mendatangkan kebahagiaan dan pemahaman dan penge-tahuan. Takut akan Tuhan harus menjadi kekayaan di dalam hidup kita, menjadi kegairahan bahwa Tuhan itu hidup, membimbing dan menuntun kita. Takut akan Tuhan membuat kita merdeka dari rasa takut, karena takut Tuhan secara positif menghilangkan rasa takut atas apa pun, termasuk dalam perjalanan menyongsong masa depan.  Bagi orang yang takut Tuhan, kebahagiaan itu bukan bergantung pada berapa besar ekonomi, berapa sehatnya, tingginya posisi atau jabatan, tetapi tergantung pada berapa takutnya kita pada Tuhan. Maka Tuhan akan memberikan kita kekuatan di dalam kesakitan. Tuhan akan memberikan rasa syukur yang limpah. Ketika kita berlimpah dalam hidup, itu bukan masalah, karena ketika kurang saja pun kita mampu bahagia. Maka kurang, tambah, sehat, sakit, naik turun, itu hanya menjadi dinamika di dalam kehidupan. Tetapi pada inti dan hakekatnya tetap menaruh peng-harapan pada Tuhan. Maka jangan lari dari pimpinan Tuhan. Lakukan kehendak-Nya. Takutlah akan Dia, karena itu akan menjamin bukan hanya dirimu tetapi anak-cucumu, serta memberi ketenangan dan kelegaan.  Banyak orang, hanya untuk menunjukkan keberanian, mende-monstrasikan tidak takut akan Tuhan, dengan cara membuat orang takut pada mereka. Mereka tampil garang, menekan dan menghimpit orang lain. Tapi mereka tidak sadar dia sudah membunuh dan menghabiskan dirinya, kehi-langan cinta kasih dari Tuhan. Orang-orang yang takut Tuhan tidak merasa perlu untuk membuat orang lain takut. Justru orang yang takut Tuhan menimbulkan rasa suka dan senang bagi orang lain, karena dia diliputi dan hidup dalam kebenaran. Orang tua yang takut Tuhan akan memberikan ketenangan bagi batin anak-anaknya. Sebaliknya, suami-suami yang tidak takut Tuhan hanya menciptakan rasa takut terhadap istrinya. Orang-orang tua yang tidak takut Tuhan akan menciptakan malapetaka di dalam rumah tangganya. Anak-anak hanya tunduk karena rasa takut. Jadi kalau mau bahagia keluargamu, takutlah akan Tuhan. Jadi, camkan dan pikirkan baik-baik. Jangan habiskan rasa takutmu pada tempat yang salah, seperti: takut pada masa depan, takut pada kehidupan. Tetapi habiskanlah rasa takutmu pada tempat yang pas dan tepat: takut akan Tuhan dengan hidup memuliakan nama-Nya. Ini kata kunci dalam kebahagiaan. Karena itu takutlah akan Tuhan, karena memang itulah pusat kebahagiaan dalam hidup kita. Takut akan Tuhan tidak sama dengan mulut kita mengatakan takut akan Tuhan. Takut akan Tuhan sama dengan hidup mengekspresikan cinta kasih yang utuh dalam buah-buah nyata yang bisa dilihat mata. Dan orang lain bisa menilai dan tahu: “Inilah orang yang takut akan Tuhan”. Ini tidak bisa dimanipulaisi, bukan sekadar gaya dan penampilan, kerohanian, teriakan atau kesaksian, bukan pula demonstrasi keagamaan, tetapi keluar dari hati yang jujur.  Takutlah pada Tuhan dengan memilih ketetapan-ketetapan-Nya, bukan ketetapan dunia, sehingga engkau berani seperti yang dikatakan Yesus: “Kalau mau ikut Aku sangkal diri, pikul salib!”